loading…
Nuklir Iran. FOTO/ Jerusalem News
Larijani, mantan diplomat dan penasihat senior Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei, mengatakan keputusan tersebut didasarkan pada fatwa Khamenei yang melarang penggunaan senjata nuklir, berdasarkan hukum Syiah yang kuat.
Ia mengatakan Iran telah mengembangkan doktrin baru yang menekankan ‘kemampuan tanpa penggunaan’, sebuah pendekatan yang memungkinkan negara tersebut mempertahankan pencegahan tanpa melanggar prinsip-prinsip agama.
Namun, ia mengkritik keras kesepakatan nuklir 2015 (JCPOA), menuduh doktrin diplomasi tersebut menyebabkan Iran “kehilangan keberanian dan menjadi mangsa tekanan Barat.”
Pernyataan Mohammad Javad Larijani menyoroti posisi Iran dalam menghadapi ketegangan internasional dan kebijakan nuklirnya. Ini juga menunjukkan bahwa meski memiliki kapasitas, Iran lebih memilih untuk tidak mengembangkan senjata nuklir demi menjaga stabilitas dalam negeri dan internasional.
Pandangan ini seringkali menjadi bahan diskusi di kalangan akademisi dan pengamat politik. Kebangkitan ide-ide mengenai senjata nuklir di Iran menciptakan ketidakpastian di kawasan yang sudah bergejolak.
Larijani, dalam pandangannya, menggambarkan Iran sebagai negara yang bertanggung jawab. Ia nampaknya berusaha untuk memberi pesan bahwa meskipun dalam situasi sulit, Iran tetap berkomitmen pada prinsip-prinsip moral dan etika yang mengatur tindakan mereka.
Pentingnya Fatwa dalam Kebijakan Nuklir Iran
Fatwa Khamenei menjadi pegangan penting bagi kebijakan nuklir Iran. Larijani menekankan bahwa instruksi tersebut bukan hanya simbolis, tetapi memiliki dampak nyata pada strategi pertahanan negara.
Larijani menjelaskan bahwa meskipun banyak kritik terhadap pendekatan ini, Iran tetap berpegang pada prinsip-prinsip agama yang kuat. Ini menunjukkan bahwa pertimbangan moral sering kali menjadi faktor dalam pengambilan keputusan di Iran.
Melalui fatwa ini, pemerintah Iran berusaha untuk mengendalikan narasi publik dan menjelaskan posisinya kepada dunia. Fatwa ini juga berfungsi sebagai alat diplomasi untuk meredakan ketegangan internasional terkait program nuklir mereka.
Implikasi Diplomasi Internasional Terhadap Iran
Sikap Iran dalam menghadapi perjanjian nuklir 2015 menunjukkan kompleksitas hubungan internasional. Larijani mengkritik kesepakatan tersebut dan menggambarkan dampaknya pada keberanian negara.
Menurutnya, hal ini menyebabkan Iran beradaptasi dengan tekanan luar yang merugikan. Dalam pandangannya, ketidakpastian mengenai nuklir membuat Iran rentan terhadap intervensi asing.
Hal ini menyoroti tantangan yang dihadapi Iran dalam menjalankan kebijakan luar negeri yang mandiri. Keputusan untuk menahan diri dari pengembangan senjata nuklir juga mencerminkan pendekatan pragmatis di tengah ketegangan global yang semakin meningkat.
Perkembangan Doktrin Pertahanan Iran
Doktrin baru yang diperkenalkan Larijani, ‘kemampuan tanpa penggunaan’, menggambarkan fundamental dari pertahanan nasional Iran. Ini memberikan alternatif bagi negara untuk menjamin keamanan tanpa melanggar norma internasional.
Meskipun pendekatan ini terlihat positif, tantangan tetap ada. Iran harus menghadapi berbagai rintangan, mulai dari ancaman eksternal hingga tekanan dari negara-negara Barat.
Dalam menghadapi situasi yang genting, keputusan Iran untuk tidak mengembangkan senjata nuklir juga menjadi bagian dari strategi untuk menyeimbangkan hubungan dengan negara lain. Pendekatan ini bisa jadi menguntungkan Iran dalam jangka panjang.
